Bisma Dewabrata Sang Putra Gangga di Epos Mahabarata




Siapakah bisma dalam pewayangan?

 Salah satu kisah yang menarik untuk diikuti dari kisah klasik pewayangan Jawa adalah kisah tentang seorang Kesatria yang akhirnya menjadi seorang Resi (brahmana) bernama Bisma Dewabrata.  

Bisma merupakan salah satu tokoh sentral dalam kisah Mahabharata versi asli India maupun versi pewayangan Jawa namun kiprahnya tersamar melalui  kehadiran tokoh-tokoh di sekitarnya. 

Bisma adalah sosok manusia yang mencintai secara total negerinya dan selalu berpikir apa yang terbaik yang bisa diberikan untuk Kerajaan dan rakyatnya. Tidak banyak kisah yang bercerita mengenai sosok yang secara ikhlas rela melepas takhta, kuasa dan cinta yang dianggap menjadi lambang kesuksesan hidup manusia, kisah Bisma Dewabrata adalah salah satunya. Bisma menemukan kesejatian dalam perjalanan hidupnya yang hening dan sunyi. 

Berbanggalah kalian yang diberi nama Bisma oleh orang tua kalian, karena dalam nama tersebut ada harapan agar penyandangnya meneladani sifat-sifat Kesatria utama dalam menjalani kehidupan ini dan menjauhi watak angkara.


Sejarah Bisma Dewabrata

Sejarah  Bisma Dewabrata dimulai di Kerajaan besar Hastinapura, sebuah Kerajaan besar dalam dunia wayang. Bisma adalah anak dari Raja Hastinapura Prabu Santanu dengan Dewi Gangga, karena suratan takdir ibunya harus meninggalkan Bisma dan ayahnya sewaktu Bisma masih bayi. 

Bisma diasuh oleh orang terbaik dalam lingkungan Kerajaan dan diberikan pendidikan terbaik budi pekerti serta olah keprajuritan karena dialah yang kelak akan meneruskan takhta Hastinapura. 

Setelah tumbuh menjadi seorang remaja yang kuat, Bisma lebih sering keluar Keraton pergi ke sudut-sudut terjauh negeri untuk menelisik arti kehidupan dan mencari guru-guru hebat yang bisa mengajarinya arti kehidupan dan juga ilmu keprajuritan. Dalam diri Bisma, tampaknya suksesi takhta Hastinapura akan berjalan dengan mulus ketika tiba saatnya nanti.



Sumpah Bisma Dewabrata

Pada suatu hari Bisma melihat ayahnya Prabu Santanu tampak termenung dan tidak bersemangat, akhirnya ia mengetahui bahwa ayahnya ingin menikah dengan Dewi Satyawati namun sang Dewi meminta syarat yang berat bahwa kelak keturunannya yang akan menjadi raja. 

Karena cintanya kepada ayahnya, ia menemui Dewi Satyawati dan berjanji untuk melepaskan haknya atas takhta Hastinapura, namun seperti kebanyakan manusia yang haus akan kekuasaan, Satyawati  masih menuntut lebih agar keturunan Bisma tidak mengungkit takhta Hastinapura di masa depan. 

Bisma lalu menghunus keris pusakanya dan mengacungkan keris tersebut ke atas sambil mengucapkan sumpahnya untuk tidak menikah sehingga tidak ada keturunannya yang akan menuntut takhta Hastinapura. Seiring sumpahnya tersebut angin menderu kencang dan tercium semerbak wangi harum bunga pertanda para Dewata menjadi saksi atas sumpahnya.

Bisma telah  membuat keputusan besar dalam hidupnya, tidak hanya melepas takhta dia juga telah melepas cintanya walaupun cinta itu belum hadir di dalam kehidupannya tanpa menyadari bahwa terkadang cinta bisa tiba-tiba datang ke dalam hidup manusia dalam bentuk yang tidak terpikirkan sebelumnya.


Bisma dan Dewi Amba 

Tanpa sepengetahuan Bisma ternyata Dewi Amba sudah mempunyai tambatan hati yaitu Prabu Salwa sehingga ketika Wicitrawirya mengetahui hal ini dia tidak mau menerima Amba sebagai permaisurinya dan meminta Bisma untuk menghantar Amba ke Prabu Salwa namun Prabu Salwa menolak Amba lantaran Bismalah yang memenangkan sayembara tersebut. 

Betapa hancur hati Dewi Amba mendapat penolakan tersebut dan seharusnya satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab dan  menerimanya adalah Bisma.




Dewi Amba terus mengikuti Bisma dan meminta Bisma untuk menerima cintanya . Hari demi hari berlalu dan mungkin inilah salah satu kisah cinta paling rumit dalam dunia wayang. 

Mungkin Bisma tidak pernah menyadari bahwa cinta bisa tiba-tiba datang dalam proses kehidupan manusia dalam berbagai bentuk dan kisah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Mungkin memang pada akhirnya Bisma benar-benar jatuh cinta kepada Dewi Amba, namun rasa cinta itu tersekat oleh janji dan sumpahnya. 

Pada akhirnya Bisma adalah Kesatria utama yang tetap setia memegang sumpahnya, tiba-tiba di tangannya telah tergenggam panah pusaka, maksud Bisma mengeluarkan senjata pusaka itu hanya untuk menakut-nakuti Amba agar menjauh dan  pergi darinya namun tanpa sengaja panah sakti tersebut terlepas dari tangannya dan meluncur hingga menancap di dada Dewi Amba.

Bisma sangat terkejut dan langsung meraih tubuh Dewi Amba yang sedang berada dalam sakratul maut, tidak ada tatapan dendam dari Dewi Amba kepadanya, sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya Dewi Amba mengatakan kepada Bisma, kelak ketika suatu hari nanti perang besar terjadi sukmanya akan menitis di tubuh prajurit wanita bernama Srikandi dan akan  menjemput Bisma untuk bersama menuju alam keabadian. 

Bisma berjanji akan menunggu waktu dan hari itu. Apa yang terjadi hari itu menjadi beban seumur hidup Bisma.

Tanpa cinta seorang wanita mungkin hidup Bisma terlihat sunyi namun karena rasa cinta pula ia menjalani dengan sabar  masa kehidupannya yang panjang dan menantikan saat  yang telah dikatakan Dewi Amba kepadanya.


Bisma Gugur

Perang besar Baratayudha bukanlah sekedar tentang perang perebutan takhta yang memang sudah menjadi hak dari Yudhistira namun secara luas perang ini adalah perang antara kebaikan melawan kejahatan. Perang dimana janji dan sumpah akan ditunaikan serta perang yang menjadi sarana para Kesatria menemui jalan kematiannya dalam memperjuangkan  nilai-nilai yang diyakininya.

Tiba saatnya Bisma diangkat menjadi Senopati Agung (Panglima Perang) Hastina, tetapi yang perlu digarisbawahi Bisma berperang bukan untuk pihak Kurawa, ia berperang untuk membela negara yang sangat dicintainya Hastinapura. 

Ketika ia berhadapan dengan prajurit wanita Dewi Srikandi di medan laga, Bisma teringat akan Dewi Amba dan ia sudah menyadari inilah akhir dari semua kehidupannya di dunia yang fana ini. 

Bisma melepaskan seluruh kesaktiannya dan meminta Srikandi untuk segera melesatkan panah pusakanya. Panah meluncur deras mengenai dada Bisma dan Bisma terjatuh.



Dalam sakratul mautnya Bisma meminta semua cucu Kurawa dan Pandawa berkumpul karena ia ingin melihat semua wajah mereka. Pandawa dan Duryudana serta Kurawa yang tersisa berkumpul di hadapan tokoh yang sangat mereka hormati. 

Bisma  memberikan wejangan tentang arti kehidupan dan apa yang harus dilakukan di kehidupan fana yang sebentar ini. Hanya Pandawa yang dapat menangkap maksud dan apa yang diminta Bisma di saat-saat terakhir hidupnya.

Saatnya sudah tiba ketika Bisma melihat sosok Dewi Amba yang akan menjemputnya. Sekat yang pernah menghalangi cinta mereka di dunia telah dipatahkan saat ini, sukma Amba menjemput Bisma ke alam keabadian. Bisma gugur dalam membela negaranya  dengan kesetiaan terhadap sumpahnya yang dia pegang teguh hingga akhir hayatnya. 




Sosok Bisma memberikan inspirasi kepada kita semua bahwa kebaikan perlu diusahakan terus menerus, mungkin dalam prosesnya akan banyak halangan sehingga diperlukan  laku prihatin  dan terus mendekatkan diri kepada Sang Pencipta Kehidupan,tetapi percayalah bahwa kebaikan akan selalu menjadi pemenangnya.

Baratayuda berakhir dengan kemenangan Pandawa tetapi kemenangan dengan rasa sedih karena banyak orang yang dicintai telah tiada. Prabu Yudhistira menaiki singgasana Hastinapura dengan gelar Prabu Kalimataya yang memiliki arti Raja dari jaman yang sedang berubah. 



Komentar